Pesantren AL ITTIHAD Rawabango,
Cianjur, Jawa Barat
Bila anda sempat mengunjungi kota Cianjur, Jawa Barat sempatkanlah sejenak untuk mampir ke Pondok Pesantren Al-Ittihad. Pesantren yang awal berdirinya bermodalkan tanah seluas 11.000 meter2 itu diberi nama Al-Ittihad karena para pendirinya berkeinginan untuk menjadikannya sebagai wujud kebersamaan, persaudaraan dan persatuan keluarga. Keluarga menyetujui bahwa tanah miliknya di sekeliling pesantren sebagai warisan orangtua diwakafkan untuk pengembangan dan pembangunan pesantren.
Cianjur, Jawa Barat
Bila anda sempat mengunjungi kota Cianjur, Jawa Barat sempatkanlah sejenak untuk mampir ke Pondok Pesantren Al-Ittihad. Pesantren yang awal berdirinya bermodalkan tanah seluas 11.000 meter2 itu diberi nama Al-Ittihad karena para pendirinya berkeinginan untuk menjadikannya sebagai wujud kebersamaan, persaudaraan dan persatuan keluarga. Keluarga menyetujui bahwa tanah miliknya di sekeliling pesantren sebagai warisan orangtua diwakafkan untuk pengembangan dan pembangunan pesantren.
Keberadaan pesantren ini bermula ketika tahun 1997 yang merupakan
tahun pencerahan batin Bapak H. Ecep Badruddin, BA (saudagar di Jakarta)
yang telah sukses dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan.
Beliau terinspirasi dengan kesuksesannya mengelola sebuah lembaga
bernama Yayasan Budi Mulya di Jakarta. Yayasan tersebut bergerak
dibidang pendidikan formal dan informal (RA, TKA, TPA, MD). Beliau
berfikir jauh tentang tanah wakaf mertuanya H.Mahpud yang berlokasi di
Rawabango Karangtengah Cianjur, Jawa Barat dan berinisiatif untuk
membangun sebuah lembaga pendidikan Islam.
Setelah lama merenung, Pak Haji Acep Badruddin yang beristrikan Hj.
Mimin Rukoyah itu, kemudian memutuskan (ber’azam) untuk mendirikan
pondok pesantren. Salah satu pertimbangannya adalah karena beliau
memiliki anggota keluarga (menantu) yang mahir di bidang pendidikan
pesantren, bernama K.H Kamali Abd.Ghani yang menikah dengan putrinya
Dra. Hj. Ety Muflihah. Gayung bersambut, sang menantu menerima tawaran
tersebut. Bermodalkan keikhlasan, keteguhan dan pasrah (tawakal) itulah,
H.Kamali Abd.Ghani beserta isteri dan kedua anaknya (saat itu Anissa
Amalia dan Hasbi Rozaq) berangkat ke Cianjur, tepatnya ke lokasi tanah
dimana akan dibangun pesantren.
Dinamika Perkembangan Sejarah Pesantren
Pada bulan Juli 1997, kegiatan belajar mengajar di Pesantren Al
Ittihad dilaksanakan. Dengan bemodalkan 4 lokal kelas, 6 santri yang
terdiri dari 4 perempuan dan 2 lelaki. Kegiatan pesantren dimulai dengan
segala kesederhanaan dan kesahajaan. Semua ini terwujud berkat dorongan
dari beberapa orang tua siswa yang ingin menyekolahkan putra-putrinya
di pesantren diiringi semangat ingin mewujudkan impian (membina
pesantren).
Pesantren Al-Ittihad didirikan dengan membawa misi mengembangkan ilmu
pengetahuan keagamaan (Diniyah) yang berorientasi kepada penguasaan
kitab salaf (kuning) sebagai ciri pokok pesantren, bahasa Arab dan
bahasa Inggris. Dengan misi seperti itulah kemudian pesantren ini
mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Perkembangan pesantren
Al-Ittihad lebih nampak lagi setelah hadirnya Drs. Aguslani Mushlih ZA
(seorang aktivis di berbagai organisasi : PMII, BKPRMI, KNPI, MUI, ICMI,
DMI, NU) yang diamanahi menjadi Kepala SMP.
Lambat laun pesantren ini semakin berkembang dan mengadopsi sistem
dan kurikulum pendidikan formal. Periode 1999-2000 dapat dikatakan
sebagai masa kemajuan pertama pesantren. Nama SLTP Al-Ittihad mulai
terdengar oleh masyarakat Kabupaten Cianjur, dan ini juga masa pertama
kali SLTP Al-Ittihad mengikuti Ujian Nasional. Para siswanya dinyatakan
LULUS 100%. Untuk melanjutkan pendidikan pesantren agar
berkesinambungan, maka pada periode ini pesantren mendirikan SMU.
Sebagai figur kepemimpinan untuk mengelola SMU tersebut, ditunjuk
Dra.Hj.Ety Muflihah sebagai Kepala yang pertama. Pada masa ini para
santri mulai bertambah dari berbagi daerah yang jumlahnya mencapai 300
an orang.
Pemahaman Islam yang inklusif dan progresif yang diajarkan oleh
pesantren ini kepada para santrinya, terkadang juga menuai pro dan
kontra. Awalnya masih ada sebagian anggota masyarakat yang
bertanya-tanya mengenai faham yang dianut oleh pesantren Al-Ittihad.
Namun setelah pimpinan pesantren (KH.Kamali Abd.Ghani) terpilih menjadi
Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Cianjur
periode belajar mengajar tahun 2000-2001 maka menjadi semakin kuatlah
keyakinan masyarakat untuk mengirim putra-putrinya menimba ilmu
pesantren ini. Pada periode ini jumlah santri mencapai 600 an orang.
Periode ini dapat disebut sebagai masa kemajuan kedua.
Pesantren Al Ittihad juga dikenal dengan jaringan kerjasamanya yang
luas. Oleh karenanya pesantren mulai banyak menerima bantuan antara lain
yang diperuntukkan bagi pembangunan sekolah melalui Departemen
Pendidikan Nasional, melalui program imbal-swadaya. Pesantren Al Ittihad
juga pernah menerima dana hibah dari Belanda, bahkan Kepala SLTP/SMP
Al-Ittihad pada tahun 2002- 2003 (Aguslani Mushlih ZA) menerima Piagam
Penghargaan dari Bupati Cianjur terdahulu (Ir.H.Wasidi Swastomo,M.Si)
sebagai Kepala SMP terbaik dalam mengelola dana Hibah Belanda Tahun
2003.
Ibarat pepatah, patah tumbuh hilang berganti. Para pimpinan di
lingkungan pesantren baik kepala sekolah, guru, maupun para santri
berlomba-lomba mencetak prestasi bagi kepentingan pengembangan
pesantren. Kini kepemimpinan SLTP telah beralih dari tangan Ust.
Aguslani Mushlih ZA kepada Ust.Hendri Irawan S.Pdi. Menurut Ustadz
Hendri, ada sebuah prinsip yang harus dicamkan. “Jangan puas dengan apa
yang sudah didapatkan, pertahankan sesuatu yang sudah ada dan
berusahalah menyempurnakan segala kekurangan yang ada “ Motivasi ini
diharapkan dapat mempersatukan guru dan menjadi satu strategi untuk
membangun sebuah teamwork yang baik.
Kegiatan Santri dan Kiprah Pesantren
Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan dimana aktivitas sehari-hari para santrinya diatur dalam sebuah jadwal yang ketat dalam kerangka sebuah proses pembelajaran. Pengaturan agenda kegiatan santri ini juga dimaksudkan agar mereka belajar disiplin dan menghargai waktu. Dalam mahfuzhat yang diajarkan, terdapat sebuah ungkapan “al waqtu atsmanu minadz-dzahabi”. Waktu itu lebih berharga daripada emas.
Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan dimana aktivitas sehari-hari para santrinya diatur dalam sebuah jadwal yang ketat dalam kerangka sebuah proses pembelajaran. Pengaturan agenda kegiatan santri ini juga dimaksudkan agar mereka belajar disiplin dan menghargai waktu. Dalam mahfuzhat yang diajarkan, terdapat sebuah ungkapan “al waqtu atsmanu minadz-dzahabi”. Waktu itu lebih berharga daripada emas.
Secara tidak langsung, kiprah pesantren itu sangat terasa bagi
pemberdayaan masyarakat, baik masyarakat internal di lingkungan
pesantren maupun masyarakat eksternal (orang tua dan wali santri).
Setiap tahun, pimpinan pesantren AlIttihad membagikan infaq/shadaqah/
zakat kepada masyarakat lingkungan pesantren yang termasuk kelompok
fuqara, masakin dan mustadh’afin. Sedangkan pemberdayaan bagi masyarakat
eksternal lebih terfokus kepada para orang tua dan wali santri melalui
kegiatan forum silaturahmi setiap liburan pesantren. Secara rutin
dilakukan silaturahmi tahunan menjelang tahun pelajaran baru, dimana
melalui forum itulah pimpinan pesantren menyapa seluruh orang tua dan
wali santri serta memberikan taushiyah-nya sebagai upaya pencerahan
maupun pendalaman wawasan keagamaan.
Peran Serta Perempuan dalam Pengembangan Pesantren
Perempuan memiliki peran yang sangat signifikan dalam perkembangan kehidupan pesantren. Keterlibatannya sangat diandalkan. Keberadaan pengasuh pesantren seperti Ibu Nyai Hj. Ety Muflihah, misalnya telah memberi inspirasi agar para orang tua berkenan menyekolahkan anak perempuannya di pesantren. Selain menjalani aktivitasnya sebagai seorang ibu bagi putera-puterinya, Bu Ety juga memiliki peran penting dalam kegiatan dunia akademis (sebagai pengajar, pelatih, pembina) dalam berbagai kegiatan pesantren.
Perempuan memiliki peran yang sangat signifikan dalam perkembangan kehidupan pesantren. Keterlibatannya sangat diandalkan. Keberadaan pengasuh pesantren seperti Ibu Nyai Hj. Ety Muflihah, misalnya telah memberi inspirasi agar para orang tua berkenan menyekolahkan anak perempuannya di pesantren. Selain menjalani aktivitasnya sebagai seorang ibu bagi putera-puterinya, Bu Ety juga memiliki peran penting dalam kegiatan dunia akademis (sebagai pengajar, pelatih, pembina) dalam berbagai kegiatan pesantren.
Selain Ibu Ety ada 20 pengajar perempuan lain yang ikut andil dalam
upaya pemberdayaan kaum perempuan di pesantren. Misalnya Ade Yuyu Haeni,
ia adalah seorang pengajar sekaligus pembina anak-anak perempuan di
Al-ittihad.
Keberadaan pesantren Al-Ittihad juga sangat didukung oleh aktivitas
para santriwatinya. Mereka memiliki peran penting di pesantren ini.
Sebagai contoh dengan dibentuknya group qasidah putri, teater putri,
nasyid putri, group shalawat putri, qari’ah/IPQAH, group marhaba/diba-an
putri. Selain itu para santriwati juga belajar berorganisasi melalui
Organisasi Ikatan Pelajar Putri Pondok Pesantren Al-Ittihad. Semua
aktivitas yang dilakukan perempuan tersebut sangat membantu perkembangan
pesantren.
Peran perempuan dalam pengembangan pesantren juga harus bersinergi
dengan kesadaran kaum lelaki. Oleh karena itu, hadirnya Ustadz Abul
Aswad Adduali, S.Pd yang banyak berkecimpung di berbagai worskshop dan
pelatihan mengenai isu kesetaraan gender bekerjasama dengan Rahima
membantu upaya penguatan hak-hak perempuan di lingkup pendidikan
pesantren. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengangkat martabat dan
derajat perempuan dalam berbagi bidang dan posisi.
Semenjak tahun 2004, Pak Aswad dan beberapa ustadz dan ustadzah di lingkungan pondok berjuang untuk membangun kesetaraan relasi lelaki dan perempuan di lingkungan pesantren ini. Upaya ini bermula dari forum belajar bersama komunitas Rahima dalam beberapa kali training dan workshop seperti Pendidikan Pemilih berperspektif Gender untuk Guru dan Pengasuh Pesantren, Penguatan Hak-hak Perempuan bagi Komunitas Pesantren dan lain-lainnya, baik yang diadakan di Pesantren Al-Ittihad sendiri maupun di kawasan lainnya. Hasilnya ? Kini sudah banyak dirasakan oleh kaum perempuan di lingkungan pesantren. Mereka tak lagi merasa minder untuk berkiprah di tengah kaum lelaki. Mereka juga dapat menggunakan sebuah media bernama BP/BK (Bimbingan Penyuluhan dan Bimbingan Konseling) di mana perempuan dapat berdiskusi bersama ustadz Abul Aswad Adduali.S.Pdi berkaitan dengan persoalan-persoalan mereka. Maju terus Al-Ittihad.(Al-Ittihad)
Semenjak tahun 2004, Pak Aswad dan beberapa ustadz dan ustadzah di lingkungan pondok berjuang untuk membangun kesetaraan relasi lelaki dan perempuan di lingkungan pesantren ini. Upaya ini bermula dari forum belajar bersama komunitas Rahima dalam beberapa kali training dan workshop seperti Pendidikan Pemilih berperspektif Gender untuk Guru dan Pengasuh Pesantren, Penguatan Hak-hak Perempuan bagi Komunitas Pesantren dan lain-lainnya, baik yang diadakan di Pesantren Al-Ittihad sendiri maupun di kawasan lainnya. Hasilnya ? Kini sudah banyak dirasakan oleh kaum perempuan di lingkungan pesantren. Mereka tak lagi merasa minder untuk berkiprah di tengah kaum lelaki. Mereka juga dapat menggunakan sebuah media bernama BP/BK (Bimbingan Penyuluhan dan Bimbingan Konseling) di mana perempuan dapat berdiskusi bersama ustadz Abul Aswad Adduali.S.Pdi berkaitan dengan persoalan-persoalan mereka. Maju terus Al-Ittihad.(Al-Ittihad)
0 komentar:
Posting Komentar